Powered By Blogger

Kamis, 04 Agustus 2011

noveL qu :: MENGEJAR CINTA NADYA :: [chapter 1 : ApriL 2007. Sebuah Keputusan]





Chapter 1
April 2007. Sebuah Keputusan


Keputusan yang aku ambil kali ini benar-benar sangat berat. Aku harus rela mengorbankan perasaan dan impian ibu, ayah serta keluarga besar ku.

Suara tangisan memecahkan keheningan pagi itu. Untuk pertama kalinya aku mendengar tangisan ibu ku dan itu karna ulah ku.
“apa harus mengambil keputusan ini, bukankah masih bisa dilanjutkan lia ?” Tanya ibuku dengan isakan tangisnya.
“tidak bisa ibu. Ini keputusan ku. Dan keputusan ku sudah bulat. Aku harus keluar. Aku sudah tidak sanggup lagi.” Tutur ku dengan sangat tegar, tanpa ada keraguan, tanpa ada ketakutan untuk menjadi buruk dimata orang lain.

Pagi itu, april 2007. Aku mengambil keputusan yang akan berpengaruh besar dalam hidup ku kedepannya.
Namaku Erni Juliana Tanjung. Saat ini aku masih tercatat sebagai mahasiswi fakultas kedokteran disalah satu universitas negeri di kota ku -- paling tidak hingga 21 jam kedepan. Aku tercatat sebagai siswa terbaik disetiap sekolah yang pernah menjadi tempat ku menuntut ilmu. Aku selalu masuk kedalam 10 besar dari aku duduk di sekolah dasar hingga SMA. Tentu juga menjadi kebanggaan ayah dan ibu ku. Apalagi disaat aku dinyatakan lulus difakultas kedokteran tanpa mengikuti ujian SPMB, aku mengikuti program PBUD yang ditawarkan guru bimbingan konseling ku.
Satu hal yang harus diketahui. Mengikuti program PBUD bukan keinginan ku, orang tua ku diberi tau guru BK ku bahwa ada program Penerimaan Bibit Unggul Daerah, yang penyeleksian dengan melihat nilai Raport dari kelas 1. Dengan syarat nilai yang dieroleh harus terus meningkat setiap semesternya. Dan syarat itu terpenuhi oleh ku.


Aku teringat dengan pagi itu. 2 tahun yang lalu. Saat mendengar pengumuman yang disampaikan oleh guru ku ketika aku sedang mengikuti UAS di ruang ujian. Aku sedang mengerjakan soal matematika tentang integral saat itu. Tiba tiba guru ku masuk keruang ujian dan menyampaikan berita itu.
“maaf, ibu minta waktu kalian sebentar. ibu mau memberitaukan suatu kabar yang sangat menggembirakan sekaligus membanggakan.” ucap bu rosfi - guru BK ku. Kemudian dengan senyum yang mengembang, bu rosfi memberitaukan pengumuman itu. “selamat Julia. Kamu diterima di fakultas kedokteran. Setelah melewati seleksi ribuan siswa di provinsi ini. Hanya 30 orang siswa yang diterima. Dan salah satunya dari SMA kita. Sungguh Alhamdulillah, suatu keberkahan karena sekolah kita belum pernah mendapatkan ini sebelumnya. Dan kamu Julia sudah berhasil membanggakan sekolah kita.”
Ruang ujian langsung riuh. Teringat, sekolah ku bukanlah sekolah favorit di kota ku. Namun prestasi yang paling sering dicapai adalah sebagai sekolah yang memiliki Pendidikan Agama Islam terbaik se Provinsi.
Teman teman langsung mengucapkan selamat kepada ku. Dan yang aku lakukan hanya.
DIAM…
Tak satu pun kata yang mampu aku ucapkan. Aku tidak tau apakah ini kabar gembira untuk ku atau tidak. Aku membisu tanpa ekspresi.
Setelah bu rosfi keluar dari ruangan. Teman teman ku langsung kembali fokus dengan lembaran soal ujian yang ada dihadapan mereka. Namun aku begitu gelisah. Soal integral yang aku kerjakan tadi terasa begitu sulit. Aku mencoba memusatkan konsentrasi ku. Namun aku tetap tidak bisa. Mengerjakan soal integral itu seperti memecahkan kode rahasia da vinci, angka fibbonaci atau semacam tulisan anagram.
"Julia. Ini soal mudah. Yang kamu bisa menyelesaikannya hanya dalam waktu 3 menit didepan kelas tanpa melihat catatan sewaktu diminta mengerjakan soal serupa oleh pak miswar dulu.” Aku mencoba membangkitkan semangatku.


Pagi yang basah untuk bulan April. Dedaunan pohon mangga disamping ruang keluarga terlihat bergoyang karena tiupan angin dan tamparan air hujan. aku menyatakan keinginan ku yang telah aku rasakan hampir 2 tahun ini.
“rasanya aku sangat tersiksa ibu. Aku mohon sekali ini saja untuk mengikuti keinginan ku. Aku sudah capek untuk mencoba ibu. Aku ingin kuliah di jurusan yang aku inginkan. Untuk menjadi dokter bukanlah keinginan ku. Dari awal sebelum aku mengisi formulir PBUD itu aku sudah tidak ingin ibu. Aku mohon kali ini saja mengikuti keinginan ku. Aku sudah menjadi anak terbaik yang selalu membanggakan ibu. Dan sedikit pun tidak pernah aku membuat ibu kecewa. Aku minta sekali ini saja ibu.” Pintaku dengan memohon sambil ssujud didepan ibu ku.
Dengan isak tangis, akhirnya ibu memberikan restu itu. Karena aku sadar betul, tanpa restu dari ibu, jalan hidup ku tak akan pernah diberkahi Allah.

21 jam kemudian...
Pukul 9 pagi. Aku mengendarai motor vario pink ku, menyelusuri jalanan kota menuju kampus ku – yang dalam waktu kurang dari 2 jam lagi akan menjadi ‘mantan kampus ku’, dan mungkin akan menjadi hari terakhir ku menginjakkan kaki di gedung kampus yang paling tersohor di kotaku -- selain karena bangunannya yang megah dari pada kampus yang lain, kampus ini juga memiliki cerita aneh dan mistis saat pembangunannya.
Ditemani rintik hujan yang berusaha membasahi tubuh ku. Aku berlari menuju koridor kampus. Terasa gelap karena awan begitu kelabu. Berjalan menuju ruang dekanat, menaiki tangga yang terdapat disudut bangunan, bertepatan didepan laboratorium anatomi basah – tempat penyimpanan cadaver (mayat) untuk praktikum para calon dokter.
Ruang dekanat ada dilantai 3, berarti harus menaiki 44 anak tangga dengan 2 kali bordes, lumayan melelahkan.
Sedikit lagi lia. Ku memacu semangat.
Hari ini kampus terlihat sepi dari luar, ruang perkuliahan bersebrangan dengan ruang dekanat, berjarak sekitar 50 meter. cukup jauh untuk mendengarkan langkah kaki ku yang begitu terseok karna keletihan menaiki tangga.

Lantai 3. Akhirnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar